Peringkat Kredit AS Turun karena Utang Membengkak, Investor Cemas RUU Baru Tambah Beban
Amerika Serikat kembali menghadapi tekanan ekonomi setelah lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat kredit negara tersebut. Moody’s menyebut alasan utama penurunan ini adalah besarnya utang AS yang saat ini telah mencapai US$36 triliun (Rp593,78 Triliun), ditambah dengan kurangnya langkah nyata dari pemerintah untuk mengendalikan defisit anggaran.
Moody’s menjadi lembaga terakhir dari tiga besar pemeringkat global yang menurunkan peringkat kredit AS. Sebelumnya, Fitch sudah menurunkannya pada 2023, dan Standard & Poor’s pada 2011. Langkah Moody’s semakin menambah kekhawatiran pasar karena bisa berdampak pada kenaikan bunga pinjaman bagi pemerintah dan sektor swasta di AS.
Baca Juga: Trump: Saya Menggunakan Perdagangan untuk Selesaikan Masalah
Melansir Reuters, penurunan peringkat ini muncul di tengah perdebatan di Kongres mengenai RUU besar yang dijuluki “Big Beautiful Bill”. RUU ini mencakup pemotongan pajak, peningkatan belanja negara, dan pengurangan bantuan sosial. Banyak pihak menilai RUU ini justru akan menambah beban utang baru hingga triliunan dolar AS ke depan.
Menurut Komite untuk Anggaran Federal yang Bertanggung Jawab, RUU ini bisa menambah utang AS sekitar 3,3 triliun dolar hingga tahun 2034, bahkan bisa mencapai 5,2 triliun dolar jika ketentuannya diperpanjang.
Investor dan analis mulai waspada. Mereka khawatir kondisi fiskal AS yang buruk akan membuat obligasi pemerintah jangka panjang menjadi kurang menarik. Pasar obligasi bahkan menunjukkan tanda-tanda kecemasan melalui kenaikan premi risiko (term premium) untuk surat utang jangka panjang.
“Kita sedang berada di jalur yang tidak berkelanjutan,” ujar Anne Walsh, Chief Investment Officer di Guggenheim Partners, mengutip Reuters, Senin (19/5/2025).
Menurutnya, tanpa perubahan besar dalam kebijakan fiskal, Amerika akan sulit keluar dari kondisi ini.
Baca Juga: Trump: India Tawarkan Kesepakatan Dagang Nol Tarif
Meski begitu, Gedung Putih membantah kekhawatiran tersebut. Mereka menyebut Moody’s terlalu politis dan menyampaikan bahwa kebijakan ekonomi Presiden Trump, termasuk tarif impor, justru telah mendorong investasi dan menciptakan lapangan kerja.
Namun, pernyataan ini tidak cukup untuk meredakan pasar. Para pengamat fiskal menilai bahwa meskipun RUU baru membawa harapan untuk pertumbuhan jangka pendek, defisit anggaran tetap akan melebar dan tidak akan memberikan dorongan signifikan bagi ekonomi.
Kekhawatiran juga meningkat karena pemerintah telah mencapai batas utang (debt ceiling) sejak Januari dan hanya bisa bertahan lewat langkah-langkah darurat. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, memperingatkan bahwa pemerintah bisa kehabisan uang pada bulan Agustus jika batas utang tidak dinaikkan.
Situasi ini membuat investor global memperhatikan ketat langkah-langkah fiskal AS. Bila tidak segera ada solusi, risiko ekonomi lebih besar bisa muncul, tidak hanya untuk AS, tetapi juga untuk pasar keuangan dunia.
下一篇:Sampah Malam Tahun Baru Di Jakarta Tembus 174 Ton, Terbanyak Usai Pandemi
相关文章:
- 15 Program Unggulan Antarkan Prof Heri Hermansyah Terpilih Jadi Rektor UI
- Dominasi Pasar Bitcoin Menyusut, Harga Sempat Terkoreksi Hingga US$102.700
- Perjalanan Dji Sam Soe, Rokok Warung yang Sukses di Pasar Indonesia hingga Dibeli Philip Morris
- Link Download Pakta Integritas PPG Guru Tertentu 2025, Jadi Syarat Lapor Diri!
- Demi Pertahankan KJP Tahun Depan, DPRD
- IPTEK Jadi Fondasi Pembangunan dan Kebijakan Industri, Termasuk pada Produk Tembakau Alternatif
- Perjalanan Investasi Bodong yang Menyeret Crazy Rich Si Raja Voucher
- Tak Diduga
- CEO Kereta Api se
- VIDEO: Gemerlap Dandyism ala Kulit Hitam dalam Met Gala 2025
相关推荐:
- Imbas Harga Merosot Tajam, BEI Awasi Pergerakan Saham KBLV dan DKHH
- Hasil Negosiasi Tarif AS, Menko Airlangga: Kita Tawarkan Win
- Tak Diduga
- Link Download Pakta Integritas PPG Guru Tertentu 2025, Jadi Syarat Lapor Diri!
- Mandiri Digipreneur Hub Perkuat Digitalisasi dan Pengelolaan Keuangan UMKM
- IPTEK Jadi Fondasi Pembangunan dan Kebijakan Industri, Termasuk pada Produk Tembakau Alternatif
- Prabowo Tegaskan Pemerintahannya Tak Anti Kritik
- Tips untuk Penumpang Saat Naik Pesawat: Pakai Baju Warna Merah
- Wamenkumham: Sosialisasi dan Partisipasi Publik Jadi Prioritas dalam Pembahasan RKUHP
- Panitia SNPMB 2025 Akui Salah Pasang Foto Joki UTBK Jadi Peserta Jujur: Human Error
- 36 Bus Tua Transjakarta Mendadak Hilang, Begini Respons Dishub DKI
- 10 Remaja Pelaku Perang Sarung Di Pesanggrahan Ditangkap Polisi, Ngaku Ingin Viral
- Paling Murah Dipatok Rp979 Ribu, Cek Harga Terbaru Emas Pegadaian pada 19 Mei 2025
- Apa Itu Lavender Marriage? Kenali Konsep dan Maknanya
- Ada 1.179 Pelamar yang Tak Memenuhi Syarat PPPK Guru 2024, Masih Bisa Daftar hingga 20 Oktober
- Bursa Eropa Catat Kenaikan Mingguan Kelima, Investor Soroti Negosiasi Tarif AS
- PKB Gandeng TNI/Polri Hingga Pecalang, Amankan Muktamar di Bali
- Hari Kesaktian Pancasila Diperingati 1 Oktober, Libur atau Tidak?
- Video Detik
- Jumlah Kabinet Diprediksi Bakal Gemuk, Bahlil Sebut Hak Prerogatif Prabowo