Menyembuhkan Rasa Rindu Kampung Halaman di Festival Indonesia
Stasiun Harajuku di Tokyo, Jepang, siang hari akhir pekan itu ramai seperti biasanya, didominasi oleh turis yang ingin bermain di daerah tersebut. Ketika keluar dari stasiun dan berjalan menuju Taman Yoyogi, mulai muncul wajah-wajah Asia Tenggara yang akrab di mata.
Sedikit dari mereka tampaknya diaspora Indonesia yang hendak menghadiri Indonesia-Japan Friendship Festival 2024, yang berlokasi di Yoyogi Event Plaza, Shibuya, Tokyo. Event ini digelar pada 19 dan 20 Oktober lalu.
Bahkan, ada pria Jepang paruh baya yang memakai kemeja batik. Saya yang tidak pasti dengan arah venue karena Taman Yoyogi sangat luas, memutuskan untuk mengekor bapak-bapak itu saja karena yakin ia hendak ke lokasi yang sama, karena berpakaian seperti itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkiraan saya terdapat puluhan ribu diaspora yang hadir di sana. Banyak keluarga yang membawa anak-anak mereka jalan-jalan, pasangan yang pacaran, juga para pelajar dan pekerja yang ingin melepas penat. Ditambah dengan orang lokal dan turis asing yang datang, membuat jumlah pengunjung festival itu menjadi berkali-kali lipat.
Panas hari itu, yang mencapai 28 derajat Celcius dan teriknya matahari luar biasa menyengat, juga tidak menghentikan langkah mereka untuk menghabiskan waktu di luar rumah dan menikmati Indonesia-Japan Friendship Festival 2024.
Indonesia-Japan Friendship Festival 2024 itu diramaikan dengan puluhan stand yang terdiri dari bazaar makanan hingga promosi kebudayaan Indonesia. Tiba di jam makan siang, saya dan seorang teman di sekolah langsung mengarah ke bazaar makanan setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dari Saitama.
![]() |
Sejauh mata memandang, bazaar makanan didominasi masakan Padang dan Bali. Namun, ada banyak makanan Indonesia lain yang ditawarkan. Ada yang menjual ketoprak, es cendol, mie ayam, siomay, ayam geprek, sate ayam, tongseng, rawon, hingga-yang paling mengejutkan saya-wagyu bakso.
Tidak ada stand makanan yang sepi siang hari itu. Semua antrean mengular. Karena perut saya sudah keroncongan, saya mengantre di stand yang antreannya lebih sepi daripada yang lain, yaitu salah satu stand masakan Padang. Pilihan makanan jatuh pada sate padang karena tidak repot. Tidak perlu pakai sendok dan garpu, juga bisa makan sambil berdiri karena tempat duduk area tempat makan selalu penuh.
Namun, seharusnya saya tidak memasang ekspektasi yang tinggi. Sate padang di Jepang tentu saja berbeda dari versi Indonesia. Sate padang ini terlalu "baik" bagi lidah saya. Bumbunya berbeda, bahkan dagingnya sangat empuk dan enak. Sebuah pengalaman yang baru bagi saya.
Beres makan, saya dan teman saya mengecek panggung hiburan yang diisi oleh berbagai artis dan seniman Indonesia. Salah satu yang saya tonton saat itu adalah tarian tradisional asal Solo yang dibawakan oleh Perkumpulan Arkamaya Sukma.
Orang Indonesia maupun lokal memadati area panggung hiburan hingga kursi penonton penuh dan penonton di area belakang dan samping harus berdiri. Penonton asal Indonesia juga antusias mengungkapkan daerah asal mereka ketika ditanya oleh MC. Ada yang berasal dari Surabaya, Palembang, hingga Sulawesi Selatan. Para penonton memberi tepuk tangan meriah untuk mengapresiasi para penampil.
Saya bisa dikatakan "anak baru" sebagai seorang diaspora. Saya baru menginjakkan kaki di Negeri Sakura tiga minggu ketika menghadiri Indonesia-Japan Friendship Festival 2024. Jadi, bisa dibilang saya belum ada kangen-kangennya dengan kampung halaman.
Namun, ketika mendatangi festival tersebut, ternyata saya cukup rindu melihat wajah yang familiar, mendengar percakapan yang tidak asing di telinga dan bisa dipahami sepenuhnya dengan mudah, hingga menyantap makanan favorit saya yang dulu gampang dijumpai.
Memutuskan untuk merantau itu keputusan yang sangat besar karena harus berjuang berkali-kali lipat di negeri orang. Apalagi, kami mesti mengorbankan rumah, keluarga, teman, dan semua zona nyaman di kampung halaman dulu.
Dua di antaranya adalah Rizki dan Dilla yang telah merantau selama kurang lebih satu tahun. Rizki berasal dari Lampung, sedangkan Dilla dari Garut. Keduanya bertemu dan menjadi rekan kerja di kawasan Tochigi di bidang pengemasan makanan. Ketika mengobrol dengan keduanya, mereka mengaku alasan merantau demi membantu perekonomian keluarga.
![]() |
Seperti kecenderungan diaspora lainnya, mereka ingin memiliki masa depan yang lebih baik. Rizki bahkan mengungkapkan gaji bekerja di Jepang empat kali lipat daripada di Indonesia. Dengan begitu, ia bisa mengirim uang bulanan yang lebih besar kepada keluarganya meskipun mesti jauh dari mereka.
Rasa lelah dari belajar atau bekerja di Jepang itu hilang sesaat ketika para diaspora Indonesia ini "beristirahat" di festival persahabatan antara kedua negara tersebut. Termasuk Rizki dan Dilla yang datang jauh-jauh dari Tochigi, mereka ingin menyembuhkan rasa rindu terhadap kampung halaman dengan datang ke festival tersebut.
Mereka mengambil kesempatan yang ada untuk bertemu dengan sesama orang Indonesia karena pada dasarnya kita memang senang berkumpul dan guyub.
下一篇:Turis AS Ditangkap Usai Ukir Huruf di Gerbang Kayu Kuil Kuno di Jepang
相关文章:
- Rektor UP Bantah Lakukan Pelecahan Seksual Kepada Pegawainya
- Livin by Mandiri Catat Kinerja Positif di Kuartal I 2025, Capai Transaksi hingga Rp1.070 Triliun
- China Gencarkan Pengembangan Teknologi, Tak Melempem Ditekan Trump
- Putusan Bebas untuk Alex Denni Jadi Momentum Evaluasi Sistem Peradilan
- Kasus Suap Eks Sekretaris MA Masuk Penuntutan, Hasbi Hasan Dituntut Jaksa 13 Tahun Penjara!
- Jadwal Libur Sekolah 2025 Semester 2 di Berbagai Provinsi, Siswa dan Orang Tua Wajib Tahu!
- China Gencarkan Pengembangan Teknologi, Tak Melempem Ditekan Trump
- PKB: Di Luar Negeri, Ormas Bertindak Premanisme Bisa Dibubarkan Lewat UU Antiterorisme
- Siskaeee Diperiksa Kejiwaannya, Kabiddokkes Jelaskan terkait Hasil
- PKB: Di Luar Negeri, Ormas Bertindak Premanisme Bisa Dibubarkan Lewat UU Antiterorisme
相关推荐:
- Puncak Gunung Fuji Tak Bersalju, Pertama Kali Sejak 130 Tahun Terakhir
- FOTO: Boneka Raksasa Kaws Mejeng di Bangkok Thailand Jadi Magnet Turis
- FOTO: Mengagumi Kemegahan Koloseum di Roma Italia
- Tak Sepakat, Prancis dan China Gagal Selesaikan Negosiasi Tarif Cognac
- Update COVID
- Kenapa Anak Sering Mengeluh Sakit Rahang? Waspadai Masalah TMD Sejak Dini
- UMKM Dibayangi Efek Tarif Trump, Korea Selatan Siapkan Dana Bantuan ₩4,6 Triliun
- Jakarta Sepi di Libur Panjang? Jangan Lupa Klaim Saldo Dana Kaget Ini
- Kolam Sementara Pengganti Air Mancur Trevi Diejek Mirip Bak Cuci Kaki
- FOTO: Keindahan 'Mata Biru Muda', Mekarnya Bunga Nemophila di Jepang
- Nicho Silalahi Berani Bilang ke Ruhut Sitompul: Kupikir Abang Cerdas dan Paham Hukum
- Dinas LH DKI Buru Truk Sedot Tinja Buang Pup di Cawang, Izin Usaha Pelaku Terancam Dicabut
- Jangan Asal, Ini 7 Cara Minum Kopi yang Menyehatkan
- Dilimpahkan ke Kejaksaan, Berkas Ferdinand Hutahaean Lengkap
- VIDEO: Ratusan Balon Udara Hiasi Langit New Mexico Amerika Serikat
- Heru Budi Ngaku Juga Ingin Izinkan PT KCN Beroperasi, Tapi Lengkapi Dulu Persyaratannya
- Peringkat Angkatan Laut Indonesia Ada di 4 Besar Dunia, Makin Kuat Ditambah Kapal Selam Baru
- Asap Tebal Mengepul di Mall of Indonesia, Petugas Damkar: Kita Terima Laporan Sudah Padam
- Asap Tebal Mengepul di Mall of Indonesia, Petugas Damkar: Kita Terima Laporan Sudah Padam
- Mantan Pilot Anjurkan Penumpang Pesawat Bawa Tisu Basah, Ini Alasannya